Senin, 25 Februari 2019

Menghalangi kerja wartawan bisa didenda Rp500 juta

Namun setelah ia keluar dari gerbang, tiga pemuda berseragam putih, yang diduga anggota laskar Front Pembela Islam, mengikutinya. "Sambil manggil-manggil saya, 'mba hapus enggak fotonya'," kata Nibras menirukan dan dikutip Tempo.co.

Peristiwa itu terjadi saat Munajat 212, Kamis 21 Februari lalu. Ada keributan dekat panggung. Petugas keamanan menangkap copet. Para wartawan mendekat, ingin tahu. Sebagian mengikuti petugas menggiring ke pos polisi.

Bandarq Namun dalam perjalanan, serombongan pemuda berseragam putih mencegat lalu merubung Nibras. Wartawati itu bilang akan pulang. Lantas mereka mendorong-dorong perempuan itu dan memintanya memperlihatkan gambar dalam ponsel lalu menghapusnya. Padahal Nibras tak memotret mereka menyeret copet.

Ternyata dia diikuti terus. Dan para pemuda berseragam putih itu mencoba merebut ponsel Nibras. Ia bisa lolos hingga halte.

Masih ada wartawan lain yang mengalami kesewenang-wenangan dalam Munajat 212. Misalnya Satria Kusuma dari detikcom. Saat merekam dengan video, ada orang memitingnya. Lalu sekelompok orang berseragam putih memaksa Satria menghapus video dan terpaksa dituruti. Ada dari mereka yang memukul Satria.
Akan tetapi kepada Tirto.id, Ketua Media Center Persaudaraan Alumni 212, Novel Bamukmin, menyangkal terjadi kekerasan. "Gak ada dipukulin ah. Setahu saya sih gak ada," ia berujar.

Satria sudah melapor kepada polisi. Kasubag Humas Polres Jakarta Pusat Kompol Purwadi mengatakan kepada Merdeka.com, sehari setelah peristiwa, "Saat ini pelaku masih dalam penyelidikan."

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta mengecam intimidasi dan kekerasan, oleh massa beratribut FPI, yang menimpa wartawan. Selain Nibras dan Satria, dua jurnalis CNN Indonesia juga diinitimidasi – dipaksa menghapus gambar.

Joni Aswira dari CNN Indonesia, yang domino99 diintimidasi, dipaksa dengan bentakan menghapus video. "Kalian hapus! Ngapain kalian rekam? Kalau pengin ngerekam, rekam yang baik aja! Jangan rekam yang buruk…"

Yadi Hendriana, ketua umum Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia, menilai tindakan laskar FPI itu sebagai ancaman bagi kebebasan pers dan demokrasi, serta perbuatan melawan hukum.

Namun kejadian itu, bagi Idrus Al Habsyi, ketua panitia Malam Do'a dan Munajat 212 melalui siaran pers di FPI Online , "… merupakan peristiwa yang bersifat insidental." Adapun kutipan pernyataan Al Habsyi dalam infografik dikutip dari Tempo.co. Al Habsyi juga menyesalkan kejadian itu.
Bila semua kelompok dan anggotanya melek hukum, mestinya mereka paham bahwa Pasal 8 UU Pers menyebutkan, "Dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum."

Adapun Pasal 4 ayat 3 menyebutkan, "Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi."

Terhadap siapa pun yang secara melawan hukum menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan pasal tadi, dapat penjara maksimum dua tahun atau denda paling banyak Rp500 juta. Demikian menurut Pasal 18 ayat 1.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 artis4d